JURNAL PENDIDIKAN: INTERAKSI SOSIAL ANTARA GURU DENGAN MURID
Semenjak manusia dilahirkan akan tumbuh dan berkembang dengan melalui
interaksi sosial yang mereka kembangkan. Oleh sebab itu banyak ahli sosiologi
mengatakan bahwa inti proses sosial ada pada interaksi sosial. Pada saat itu
pula secara berangsur-angsur mulai tumbuh pengenalan akan norma. Norma
tersebut antara lain adalah norma sosial, norma keluarga, norma agama
(Judistira Ghrama, 1991:4). Norma-norma tadi sebenarnya dapat digeneralisasikan
hampir sama pada setiap masyarakat manusia. Hanya yang membedakan adalah
nilai-nilai yang melekat.
Pada norma tersebut (Soedjatmoko, 1973:30). Pokok utama pengenalan
norma tadi kebanyakan melalui inteaksi sosial. Sebagao contoh kongkrit tentang
norma; seseorang dapat dikategorikan berhasil dalam pendidikan formal apabila
telah memenuhi tuntutan norma yang melekat. Norma tersebut antara lain lulus
ujian pada tingkat tertentu, atau pada jenjang pendidikkan tertentu yang
dituntutnya. Norma ini juga akan mengiring seseorang pada tataran/jenjang
tertentu dalam proses pendidikan.
Norma pendidikan serupa ini ditegaskan oleh Harahap (1979:17) bahwa norma
itu merupakan kriteria atau ukuran tentang sesuatu untuk menentukan sesuatu itu
buruk, baik, gagal atau berhasil. Kaitannya dengan dengan tugas guru, berarti
guru yang juga bertugas memberikan penilaian, ini berarti juga menerapkan norma
pada sesuatu. Sesuatu tadi diantarnya proses hasil belajar. uraian tersebut
jika didefenisikan secara padat itulah disebut prestasi belajar. Oleh sebab itu
dapat dikatakan bahwa prestasi belajar siswa merupakan hasil akhir dari suatu
rangkaian proses kegiatan yang merupakan interaksi sejumlah komponen
Belajar-Mengajar dengan diri siswa. Kemudian dihubungkan dengan norma tertentu
yang distandardisir serta terukur.
1. Adapun yang termasuk dalam komponen
Belajar-Mengajar dari pihak guru ialah, intensitas guru memberikan pelajaran,
cara atau metoda mengajar, bimbingan yang diberikan guru sehingga terjadi
proses pemahaman dalam belajar. Surahmad (1973:162) lebih jauh menjelaskan
bahwa pemahaman belajar itu akan terbentuk apabila:
1. belajar terjadi dalam kondisi yang berarti secara
individual
2. adanya interaksi sosial yang intens antara guru
dengan murid
3. hasil pelajaran adalah kebulatan tingkah laku,
4. siswa menghadapi secara pribadi,
5.
belajar
adalah mengalami.
Berkaitan dengan point dua di atas maka keputusan pemerintah untuk
mengembangkan konsep kokurikuler dalam kegiatan Proses Belajar-Mengajar adalah
suatu yang tepat. Sebab interaksi sosial paling dimungkinkan dalam rangka
pengembangan tugas-tugas kokurikuler. Adapun pengertian kokurikuler sendiri
diartikan sebagai kegiatan diluar jam pelajaran biasa yang bertujuan agar siswa
lebih mendalami dan menghayati apa yang dipelajarinya pada kegiatan
intrakurikuler baik program inti maupun program khusus (Team Penyusun
Instruksional Dirjen Dikdasmen, 1985:1). Dengan kegiatan kokurikuler ini akan
terjalin interaksi sosial antara guru dan murid, sehingga terbentuklah suasana
belajar yang kondusif.
Lebih
lanjut dalam petunjuk teknis dijelaskan bahwa kegiatan kokurikuler hendaknya
dilaksanakan secara perorangan atau kelompok berupa penugasan yang menjadi
pemasangan penugasan tatap muka. Oleh sebab peran interaksi sosial antara guru
dengan murid untuk mengembangkan tugas-tugas kokurikuler menjadi begitu
penting. Ini dapat dilihat dari porsi waktu yang diberikan untuk kegiatan kokurikuler,
seperti yang tertuang dalam Juknis Dikdasmen (1985:3) bahwa banyaknya waktu
kegiatan kokurikuler adalah stengah kali kegiatan tatap muka perminggu. Jika
guru mampu memanfaatkan pola-pola hubungan interksional dengan muridnya melalui
media kokurikuler ini, maka tidak mustahil wibawa guru akan terbentuk.
Kewibawaan ini muncul karena murid mengalami sendiri peran bimbingan guru.
Kewibawaan sendiri dalam proses belajar-mengajar adalah sesuatu yang
diperlukan.
INTERAKSI SOSIAL
Peluang seperti ini jika dilihat secara mendalam dengan menggunakan
kacamata teori fiducary yang dikemukakan oleh Tallcot Parsons
(1978:12), ternyata bahwa medan interaksi sosial dapat membangun kedekatan
jarak ini akan membuahkan tingkat keintiman antara pelaku sosial. Dengan
keadaan demikian ini berakibat pada sikap saling terbuka untuk saling memahami,
saling menghayati antara satu dengan yang lain. Munculnya pemahaman ini karena
munculnya empaty antara guru dengan muridnya. Empaty yang dikemukankan mampu
merasakan yang orang lain rasakan, adalah suatu tataran tingkat tinggi dari
proses sosial melalui interaksi sosial.
Lebih jauh teori fiducary menggambar
bahwa pada saat orang berinteraksi jika digambarkan akan diperoleh gambaran
sebagai berikut:
Individu
A berinteraksi dengan individu B akan membentuk bangun medan fiducary (C).
Semakin inten pergaulan antara A dan B akan semakin melebar medan fiducary.
Walaupun tidak mungkin secara signifikan penuh membentuk medan tersebut.
Pada medan fiducary itu dinamika interaksi sosial berlangsung. Oleh
sebab itu Soekamto (1990:67) mengatakan proses sosial. Lebih lanjut dijelaskan
muatan yang ada dalam medan fiducary ini ialah adanya proses imitasi, sugesti,
identifikasi, simpati. Muatan tersebut bisa berjalan sendiri-sendiri atau
secara bersamaan. Asalkan dua syarat harus dipenuhi yaitu, (1) adanya kontak
sosial yang terus menerus dan, (2) ada komunikasi yang terus menerus. Kegiatan
belajar-Mengajar antara guru dengan siswanya merupakan salah satu bentuk kontak
sosial yang terus menerus. Kontak sosial ini akan terus terbangun jika
komunikasi yang mereka kembangkan juga akan berlangsung secara terus menerus.
Kontak sosial yang hanya dibangun pada saat kegiatan kurikuler, belum begitu
cukup untuk membentuk medan fiducary yang bermakna dalam pendidikan. Melalui
kegiatan kokurikuler, diharapkan akan menambah frekuensi dan makna interaksi
sosial, sehingga proses pendidikan untuk menuju kekedewasaan yang mandiri akan
segera tercapai.
Pembahasan
Seperti telah disinggung bahwa proses pendidikan berlangsung bahwa
proses pendidikan berlangsung atas dasar proses kontak sosial yang berjalan
terus menerus juga komunikasi yang terus menerus. Pada proses ini berlangsung
transfer ilmu pengetahuan, perilaku, dan sikap sosial. Wujud nyatanya secara
sosiologis dapat berawal dari simpati sugesti, identifikasi dan imitasi.
Pendidikan formal yang berlangsung secara non formal melalui kegiatan kokurikuler,
akan mempermudah terbentuknya kontak sosial yang menciptakan medan fiducary,
dengan seluruh muatannya. Akibat lanjut proses pendidikan akan berjalan menjadi
akan berjalan menjadi begitu alami. Keadaan ini akan menjadi semakin baik lagi
manakala guru tetap pada koridor gezah. Oleh Langeveld (Mustopa, Achyat,
1978:12) di jelaskan bahwa gezah-lah yang membedakan pergaulan biasa dengan
pergaulan pendidikan pergaulan yang bermuatan gezah ini pergaulan yang
penuh tanggung jawab antara guru dan murid. Prosesnya penuh dengan muatan
pembentukan watak dan kepribadian.
Kepatuhan murid terhadap guru bukan kepatuhan karena takut, akan tetapi
kepatuhan karena keprofesionalan guru. Hubungan keprofesionalan ini begitu
kental manakala guru mampu menunjukkan dan membimbing muridnya kepada
langkah-langkah pendidikan yang telah diprogramkan. Sekaligus dalam hal ini
guru menjadi pengasuh agar murid mampu tumbuh dan berkembang sesuai dengan
perjalanan kodrat manusianya.
Hubungan sosial demikian sangat diperlukan pada dunia pendidikan. Dunia
pendidikan yang penuh muatan interaksi sosial, menjadi sangat positif apabila
ada keseimbangan dalam pola hubungan. Pola keseimbangan dimaksud adalah pola
hubungan timbal balik yang berlaku dua arah, dalam arti pada posisi tertentu
murid dapat bermitra dengan gurunya. Kemitraan dimaksud dalam rangka proses
pendidikan. Kemitraan guru dan murid ini dalam pendidikan diwadahi dalam
kegiatan kokurikuler.
Hasil penelitian yang dilakukan khusus mengenai kegiatan
kokurikuler pada mata pelajaran Bahasa Inggris di SLTP (Sudjarwo, 1993),
menunjukan bahwa siswa yang memiliki frekuensi tinggi berhubungan dengan
gurunya, memiliki kesempatan yang banyak untuk mempraktekkan bahasa yang
dipelajarinya. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan interaksi sosial dengan
guru akan mengakibatkan berpeluang besar untuk membesarkan medan fiducary.
Atas dasar itu, maka proses interaksi sosial yang bermuatan pendidikan
akan terjadi dengan munculnya proses sosialisasi. Termasuk dalam proses ini
meliputi antara lain;
a.
Kerjasama
Kerjasama yang diberi makna oleh Soekamto (1990:79) sebagai suatu usaha bersama antara perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama.
Kerjasama yang diberi makna oleh Soekamto (1990:79) sebagai suatu usaha bersama antara perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama.
Kondisi
ini jika dilihat di dunia pendidikan,maka kegiatan kokurikuler merupakan media
untuk membangun hubungan kerja sama antara guru dengan murid dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan.
b.
Akomodasi.
Istilah akomodasi dipergunakan dalam dua arti ( Soekamto,1990:82 )
yaitu untuk menunjukkan pada suatu keadaan, dan menunjukan pada suatu proses. Akomodasi
yang menunjukan pada suatu keadaan, berarti adanya suatu keseimbangan dalam
interaksi antara para pelaku interaksi dengan nilai-nilai sosial atau
norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Akomodasi sebagai suatu
proses menunjukan pada usaha-usaha pelaku interaksi untuk meredakan suatu
pertentangan karena ketidak sepahaman,guna mencapai suatu kestabilan.
Akomodasi pada paparan ini lebih mengacu kepada akomodasi dalam bentuk
proses. Melalui kegiatan kokurikuler diharapkan terbentuk saling pengertian
antar guru dengan murid sesuai dengan posisi masing-masing.Pertentangan karena
ketidak tahuan keadaan diri pada masing-masing pelaku interaksi. Dapat
terjembatani oleh karena adanya kegiatan kokurikuler antara guru dengan murid.
Dengan demikian kegiatan kokurikuler sbenarnya memiliki nilai positif
jika dilihat dari aspek proses Belajar Mengajar.Karena mendudukan guru dan
murid pada garis sejajar. Maksudnya adalah proses belajar-mengajar adalah proses mengorganisir
lingkungan kemudian menghubungkannya dengan anak didik sehingga terjadi proses
belajar.Proses mengorganisir lingkungan kemudian menghubungkannya dengan murid
adalah pekerjaan pendidikan yang cukup sulit.
Guru dituntut untuk selalu jeli dalam rangka memilah, lingkungan yang
bagaimana yang harus diciptakan sehingga kemudian akan menjadikan proses
pendidikan berlangsung.Proses penciptaan lingkungan sendiri sudah harus
dikaitkan dengan lingkungan sosial maupun lingkungan fisik. Kedua hal tersebut
tidak dapat diabaikan atau ditinggalkan sama sekali.Mengelola keduanya untuk
dapat dikaitkan dengan murid sehingga terjadi proses sosialisasi nilai.
Proses sosialisasi nilai-nilai edukatif akan sangat besar peluangnya
untuk terjadi jika dilaksanakan dengan pola kokurikuler.Oleh sebab itu kegiatan
kokurikuler sangat menunjang untuk dapat menjadikan program pengajaran diterima
oleh murid. Dengan demikian itu wujud pengorganisiran lingkungan menjadi
bermakna secarasosiologis apabila ada manfaat yang dapat diambi oleh siswa. Manfaat
tersebut untuk jangka panjang akan membawa murid mencapai kedewasaan yang
mandiri
REVIEW
Kegiatan kokurikuler yang dikembangkan untuk prosesbelajar, adalah
suatu yang sangat tepat jika diterapkan secara terprogram. Aktivitas
kokurikuler akan berhasil dengan baik manakal guru mampu memprogram kegiatan
kokurikuler dengan cara mengoptimalkan potensi yang dimilikioleh siswa. Potensi
tersebut meliputi; keinginan untuk berhubungan dengan orang
lain,mengaktualisasikan dirinya dengan dunia ,melalui bimbingan guru.
Dengan melaksanakan kegiatan kokurikuler tersebut bpekerjaan guru
menjadi semakin berat.Diakui bahwa mendesain kegiatan kokurikuler memerlukan
pelatihan dan kesiapan yang tidak mudah. Namun demikian jika sistem ini
diterapkan sekalipun minimal, maka akan dapat dirasakan dampaknya terhadap
kemajuan belajar para murid.
Kegiatan interaksi sosial yang di lakukan, pada dasarnya mendudukan
antara peserta didik dan pendidik pada posisi yang sejajar, dengan selalu
memperhatikan keprofesionalan. Pendidik dalam hal ini, bersifat sebagai
pembimbing belajar yang menghantarkan peserta didik dalam mengembangkan potensi
yang ada. Dan, proses itu nantinya akan memunculkan interaksi dua arah atau
adanya feedback dalam proses pembelajaran.
Proses interaksi sosial yang pada terjadi dasarnya untuk sosialisasi
seperti kerjasama dan akomodasi. Yang pada dasarnya, sosialisasi ini untuk
mencapai tujuan pendidikan.
Dengan adanya proses interaksi ini, maka hubungan peserta
didik akan berjalan efektif. Kepatuhan peserta didik kepada guru, bukan di dasarkan
pada ketakutan, tetapi karena keprofesionalan guru dalam melakukan interaksi
terhadap peserta didik dengan mengedepankan kemampuan dalam proses
pembelajaran. Dengan adanya kegiatan kokurikuler, di harapkan bisa meningkatkan
lagi proses interaksi antara pendidik dan peserta didik dalam proses
pembelajaran, secara tidak langsung potensi akan lebih berkembang yang akan
berpengaruh pada prestasi belajar siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar